Ahli
matematika Muslim fenomenal di era keemasan Islam ternyata bukan hanya
Al-Khawarizmi. Pada abad ke-10 M, peradaban Islam juga pernah memiliki
seorang matematikus yang tak kalah hebat dibandingkan Khawarizmi.
Matematikus Muslim yang namanya terbilang kurang akrab terdengar itu
bernama Abul Wafa Al-Buzjani. “Ia adalah salah satu matematikus terhebat
yang dimiliki perabadan Islam,” papar Bapak Sejarah Sains, George
Sarton dalam bukunya bertajuk Introduction to the History of Science.
Abul Wafa adalah seorang saintis serba bisa. Selain jago di bidang matematika, ia pun terkenal sebagai insinyur dan astronom terkenal pada zamannya.
Kiprah dan pemikirannya di bidang sains diakui peradaban Barat. Sebagai bentuk pengakuan dunia atas jasanya mengembangkan astronomi, organisasi astronomi dunia mengabadikannya menjadi nama salah satu kawah bulan. Dalam bidang matematika, Abul Wafa pun banyak memberi sumbangan yang sangat penting bagi pengembangan ilmu berhitung itu.
“Abul Wafa dalah matematikus terbesar di abad ke 10 M,” ungkap Kattani. Betapa tidak. Sepanjang hidupnya, sang ilmu wan telah berjasa melahirkan sederet inovasi penting bagi ilmu matematika. Ia tercatat menulis kritik atas pemikiran Eucklid, Diophantos dan Al-Khawarizmisayang risalah itu telah hilang. Sang ilmuwanpun mewariskan Kitab Al-Kami (Buku Lengkap) yang membahas tentang ilmu hitung (aritmatika) praktis. Kontribusi lainnya yang tak kalah penting dalam ilmu matematika adalah Kitab Al-Handasa yang mengkaji penerapan geometri. Ia juga berjasa besar dalam mengembangkan trigonometri.
Abul Wafa tercatat sebagai matematikus pertama yang mencetuskan rumus umum si nus. Selain itu, sang mate ma tikus pun mencetuskan metode baru membentuk tabel sinus. Ia juga membenarkan nilai sinus 30 derajat ke tempat desimel kedelapan. Yang lebih menga gumkan lagi, Abul Wafa mem buat studi khusus tentang ta ngen serta menghitung se buah tabel tangen.
Jika Anda pernah mempelajari matematika tentu pernah mengenal istilah secan dan co secan. Ternyata, Abul Wafalah yang pertama kali memperkenalkan istilah matematika yang sangat penting itu. Abu Wafa dikenal sangat jenius dalam bi dang geometri. Ia mampu me nyelasikan masa lah-masalah geometri dengan sangat tang kas.
Buah pemikirannya dalam matematika sangat berpengaruh di dunia Barat. Pada abad ke-19 M, Baron Carra de Vaux meng ambil konsep secan yang dicetuskan Abul Wafa. Sayangnya, di dunia Islam justru namanya sangat jarang terdengar. Nyaris tak pernah, pelajaran sejarah peradaban Islam yang diajarkan di Tanah Air mengulas dan memperkenalkan sosok dan buah pikir Abul Wafa. Sungguh ironis.
Sejatinya, ilmuwan serbabisa itu bernama Abu al-Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail Ibn Abbas al-Buzjani. Ia terlahir di Buzjan, Khurasan (Iran) pada tanggal 10 Juni 940/328 H. Ia belajar matematika dari pamannya bernama Abu Umar al- Maghazli dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan, ilmu geometri dikenalnya dari Abu
Yahya al-Marudi dan Abu al-Ala’ Ibn Karnib.
Abul Wafa tumbuh besar di era bangkitnya sebuah dinasti Islam baru yang berkuasa di wilayah Iran. Dinasti yang ber nama Buwaih itu berkuasa di wilayah Persia — Iran dan Irak ñ pada tahun 945 hingga 1055 M. Kesultanan Buwaih menancapkan benderanya di antara periode peralihan kekuasaan dari Arab ke Turki. Dinasti yang berasal dari suku Turki itu mampu menggulingkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad pada masa kepemim -pinan Ahmad Buyeh.
Dinasti Buwaih memindahkan ibu kota pemerintahannya ke Baghdad saat Adud Ad-Dawlah berkuasa dari tahun 949 hingga 983 M. Pemerintahan Adud Ad- Dawlah sangat mendukung dan memfasilitasi para ilmuwan dan seniman.
Dukungan itulah yang membuat Abul Wafa memutuskan hijrah dari kampung halamannya ke Baghdad. Sang ilmuwan dari Khurasan ini lalu memutuskan untuk mendedikasikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana Adud ad-Dawlah pada tahun 959 M. Abul Wafa bukanlah satusatunya matematikus yang mengabdikan dirinya bagi ilmu pengetahuan di istana itu.
Matematikus lainnya yang juga bekerja di istana Adud ad-Dawlah antara lain; Al- Quhi dan Al-Sijzi. Pada tahun 983 M, suksesi kepemimpinan terjadi di Dinasti Buwaih. Adyd ad-Dawlah digantikan puteranya bernama Sharaf ad-Dawlah. Sama seperti sang ayah, sultan baru itu juga sangat mendukung perkembangan matematika dan astronomi. Abul Wafa pun makin betah kerja di istana.
Kecintaan sang sultan pada astronomi makin memuncak ketika dirinya ingin membangun sebuah observatorium. Abul Wafa dan temannya
Al-Quhi pun mewujudkan ambisi sang
sulatan. Obser vatorium astronomi itu dibangun di taman is tana sultan
di kota Baghdad. Kerja keras Abul Wafa pun berhasil. Observatorium itu
secara resmi dibuka pada bulan Juni 988 M.
Untuk memantau bintang
dari observatorium itu, secara khusus Abul Wafa membangun kuadran
dinding. Sayang, observatorium tak bertahan lama. Begitu Sultan Sharaf
ad-Dawlah wafat, observatorium itu pun lalu ditutup. Sederet karya besar
telah dihasilkan Abul Wafa selama mendedikasikan dirinya di istana
sultan Buwaih.
Beberapa kitab bernilai yang ditulisnya antara
lain; Kitab fima Yahtaju Ilaihi al- Kuttab wa al-Ummal min ‘Ilm al-Hisab
sebuah buku tentang aritmatika. Dua salinan kitab itu, sayangnya tak
lengkap, kini berada di perpustakaan Leiden, Belanda serta Kairo Mesir.
Ia juga menulis “Kitab al-Kamil”.
Dalam geometri, ia menulis
“Kitab fima Yahtaj Ilaih as-Suna’ fi ‘Amal al-Handasa”. Buku itu
ditulisnya atas permintaan khusus dari Khalifah Baha’ ad Dawla.
Salinannya berada di perpustakaan Masjid Aya Sofya, Istanbul. Kitab
al-Majesti adalah buku karya Abul Wafa yang paling terkenal dari semua
buku yang ditulisnya. Salinannya yang juga sudah tak lengkap kini
tersimpan di Perpustakaan nasional Paris, Pran cis.
Sayangnya,
risalah yang di buatnya tentang kritik terha dap pemikiran Euclid,
Diophantus serta Al-Khawarizmi sudah musnah dan hilang. Sungguh
peradaban modern berutang budi kepada Abul Wafa. Hasil penelitian dan
karya-karyanya yang ditorehkan dalam sederet kitab memberi pengaruh yang
sangat signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahun, terutama
trigonometri dan astronomi.
Sang matematikus terhebat di abad
ke-10 itu tutup usia pada 15 Juli 998 di kota Baghdad, Irak. Namun,
hasil karya dan pemikirannya hingga kini masih tetap hidup.
Abadi di Kawah Bulan
Abul
Wafa memang fenomenal. Meski di dunia Islam modern namanya tak terlalu
dikenal, namun di Barat sosoknya justru sangat berkilau. Tak heran, jika
sang ilmuwan Muslim itu begitu dihormati dan disegani. Orang Barat
tetap menyebutnya dengan nama Abul Wafa. Untuk menghormati pengabdian
dan dedikasinya dalam mengembangkan astronomi namanya pun diabadikan di
kawah bulan.
Di antara sederet ulama dan ilmuwan Muslim yang
dimiliki peradaban Islam, hanya 24 tokoh saja yang diabadikan di kawah
bulan dan telah mendapat pengakuan dari Organisasi Astronomi
Internasional (IAU). Ke-24 tokoh Muslim itu resmi diakui IAU sebagai
nama kawah bulan secara bertahap pada abad ke-20 M, antara tahun 1935,
1961, 1970 dan 1976. salah satunya Abul Wafa.
Kebanyakan, ilmuwan
Muslim diadadikan di kawah bulan dengan nama panggilan Barat. Abul Wafa
adalah salah satu ilmuwan yang diabadikan di kawah bulan dengan nama
asli. Kawah bulan Abul Wafa terletak di koordinat 1.00 Timur, 116.60
Timur. Diameter kawah bulan Abul Wafa diameternya mencapai 55 km.
Kedalaman kawah bulan itu mencapai 2,8 km.
Lokasi kawah bulan
Abul Wafa terletak di dekat ekuator bulan. Letaknya berdekatan dengan
sepasangang kawah Ctesibius dan Heron di sebelah timur. Di sebelah
baratdaya kawah bulan Abul Wafa terdapat kawah Vesalius dan di arah
timur laut terdapat kawah bulan yang lebih besar bernama King. Begitulah
dunia astronomi modern mengakui jasa dan kontribusinya sebagai seorang
astronom di abad X.
Matematika Ala Abul Wafa
Salah
satu jasa terbesar yang diberikan Abul Wafa bagi studi matematika adalah
trigo no metri. Trigonometri berasal dari kata trigonon = tiga sudut
dan metro = mengukur. Ini adalah adalah sebuah cabang matematika yang
berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigo no met rik seperti
sinus, cosinus, dan tangen.
Trigonometri memiliki hubungan dengan
geometri, meskipun ada ketidaksetujuan tentang apa hubungannya; bagi
beberapa orang, trigonometri adalah bagian dari geometri. Dalam
trigonometri, Abul Wafa telah memperkenalkan fungsi tangen dan
memperbaiki metode penghitungan tabel trigonometri. Ia juga tutur
memecahkan sejumlah masalah yang berkaitan dengan spherical triangles.
Secara khusus, Abul Wafa berhasil menyusun rumus yang menjadi identitas trigonometri. Inilah rumus yang dihasilkannya itu:
sin(a + b) = sin(a)cos(b) + cos(a)sin(b)
cos(2a) = 1 - 2sin2(a)
sin(2a) = 2sin(a)cos(a)
Selain itu, Abul Wafa pun berhasil membentuk rumus geometri untuk parabola, yakni:
x4 = a and x4 + ax3 = b.
Rumus-rumus
penting itu hanyalah secuil hasil pemikiran Abul Wafa yang hingga kini
masih bertahan. Kemampuannya menciptakan rumus-rumus baru matematika
membuktikan bahwa Abul Wafa adalah matematikus Muslim yang sangat
jenius.
SUMBER: Klik Disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar